Sabtu, 09 November 2013

Haji Mabrur dan Ciri-cirinya

Haji Mabrur dan Ciri-cirinya

Dalam sebuah riwayat yang dituturkan oleh Abu Hurairah ra disebutkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah ditanya, “Amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Jihad fi sabilillah.” Beliau kembali ditanya, “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab lagi, “Haji mabrur.” (Muttafaq ‘alaih).
Hadits ini sejatinya telah cukup menjadikan setiap Muslim untuk selalu mempertahankan keimanannya yang lurus kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, selalu merindukan bisa berjihad di jalan-Nya serta selalu merindukan bisa menunaikan ibadah haji minimal sekali selama hidupnya. Khusus terkait ibadah haji, kebanyakan Muslim bukan hanya rindu, tetapi juga banyak yang bekerja keras dan bersungguh-sungguh untuk bisa mewujudkan kerinduannya itu, yang sejatinya menjadi mimpi sekaligus salah satu cita-citanya itu. Karena itulah, tidak aneh jika, misalnya, banyak yang kemudian menabung bertahun-tahun demi mewujudkan mimpi dan cita-citanya beribadah haji ke Tanah Suci.
Khusus bagi seorang Muslimah, pahala ibadah haji disetarakan dengan pahala jihad di jalan Allah SWT. Bahkan bagi Muslimah, ibadah haji adalah ‘jihad’ yang paling utama. Dalam hal ini Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, kami melihat jihad adalah amalan yang paling utama. Bolehkah kami berjihad?” Baginda Rasulullah SAW, “Akan tetapi, jihad yang paling utama (bagi kaum Muslimah, pen.) adalah haji mabrur.” (HR al-Bukhari).
Begitu utamanya, ibadah haji akan menghapuskan dosa-dosa pelakunya sehingga ia seperti bayi yang baru lahir alias tidak memiliki dosa. Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra. “Siapa saja yang menunaikan ibadah haji, sementara di dalamnya dia tidak berbuat dosa dan kefasikan, maka dia akan kembali seperti pada hari saat ia dilahirkan oleh ibunya.” (Muttafaq alaih).
Baginda Rasulullah SAW juga pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Amr bin al-‘Ash, “Siapa saja yang datang (Ke Baitullah) untuk menunaikan ibadah haji ikhlas semata-mata karena Allah, Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, dan Allah akan memberikan syafaat kepada orang-orang yang dia doakan.
Ibn Abbas ra menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pun pernah  bersabda, “Siapa saja yang memasuki Baitullah, dia masuk dalam satu kebajikan dan keluar dari suatu keburukan dan dia akan diampuni.” (HR Ibn Khuzaimah).
Jabir bin Abdillah ra menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pun pernah bersabda, “Siapa saja yang telah menyelesaikan rangkaian ibadah haji, lalu kaum Muslim selamat dari lisan dan tangannya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang.” (HR Abu Ya’la)  (Lihat: Al-Qabuni, Basyarah al-Mahbub bi Takfir adz-Dzunub, I/10-11).
Lebih dari itu, Baginda Rasulullah SAW bahkan turut mendoakan orang-orang yang beribadah haji. Baginda Rasulullah SAW pernah berdoa khusus bagi orang-orang yang beribadah haji, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra, “Ya Allah, ampunilah orang yang menunaikan ibadah haji dan ampunilah siapa saja yang memintakan ampunan untuk dirinya.” (HR ath-Thabrani dan Ibn Khuzaimah). Doa beliau tentu saja pasti dikabulkan oleh SWT.
Keutamaan lain ibadah haji tentu saja karena bisa mengantarkan pelakunya masuk surga. Abu Hurairah ra menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, “Dari satu ibadah umrah ke ibadah umrah yang lain menjadi kafarat (penghapus dosa) di antara keduanya. Adapun haji mabrur tidak ada balasan (bagi pelakunya) kecuali surga.” (Muttafaq ‘alaih).
Lalu apa tanda atau ciri-ciri dari haji mabrur itu? Haji mabrur bisa dikenali tandanya saat ibadah haji itu ditunaikan. Disebutkan bahwa haji mabrur adalah orang yang saat menunaikan ibadah haji tidak melakukan kemaksiatan apa pun. (Lihat: Imam an-Nawawi, Riyadh ash-Shalihin, I/41)
Ciri lain haji mabrur ditegaskan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Haji mabrur itu tidak ada balasannya selain surga.” Rasul SAW  kemudian ditanya, “Apa ciri haji mabrur itu.” Beliau menjawab, “Selalu berkata-kata yang baik dan biasa memberi makan (kepada orang-orang yang membutuhkan, pen.). (Abu Thalib al-Makki, Qut al-Qulub, II/39).
Menurut Imam al-Ghazali, ciri-ciri haji mabrur itu adalah pelakunya (saat kembali dari menunaikan ibadah haji) menjadi orang yang zuhud terhadap dunia, selalu rindu terhadap akhirat (surga) dan senantiasa berusaha mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah Pemilik Ka’bah setelah berjumpa dengan Ka’bah (Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Din, I/272).
Semoga kita bisa meraih keutamaan haji mabrur. WalLahu a’lam bi ash-shawab. [] abi

Rabu, 25 September 2013

Ustadz Arifin Ilham : Puncak Kesufian Dalam Islam Adalah Dakwah dan Jihad Untuk Tegaknya Syariah dan Khilafah!

TI Press. Bogor. Puncak dari kesufian adalah dakwah dan jihad untuk tegaknya syariah dan Khilafah. Hal ini disampaikan Ustadz Arifin Ilham dihadapan 1.000 peserta Silaturahmi Akbar 1434H Hizbut Tahrir Indonesia bersama ulama dan okoh umat yang diselenggarakan DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kabupatan Bogor.
“Puncaknya dari zikir adalah ‘ibadah, dakwah dan jihad dijalan Allah SWT. Kesufian dalam Islam puncaknya adalah dakwah dan jihad untuk tegaknya syari’at Allah dan Khilafah,” tegasnya.
Acara yang diadakan pada Ahad, 22 September 2013 bertepatan dengan 16 Dzulqo’dah 1434H ini merupakan agenda dakwah nasional yang telah diselenggarakan di lebih 80 kota/kabupaten seluruh Indonesia.
Acara yang dilaksanakan di Aula Masjid Az Zikro Sentul Bogor atau Markaz Majlis Zikir Az Zikro Pimpinan Ust Arifin Ilham mendapat antusiasme peserta yang sangat luar biasa.
Hadir sekitar 1.000 orang pada acara yang bertemakan “Saatnya ‘Ulama, Tokoh dan Ummat Berjuang Untuk Perubahan Besar Dunia Menuju Khilafah” dari kalangan para ‘ulama, kyai, asatidz dan tokoh masyarakat serta jama’ah pengajian atau majlis taklim dan santri pondok pesantren se- Kabupaten Bogor.
Acara yang dikemas dengan model dialog interaktif mendapat perhatian dari para hadirin untuk berebut menyampaikan pertanyaan dan dukungannya terhadap dakwah penegakan syari’ah dan khilafah. Sebelumnya acara dibuka dengan penyampaian kalimat taqdim dari DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Kabupaten Bogor yang diwakili oleh al Mukarrom KH.Muhyiddin.
Beliau menyampaikan tentang maksud dan tujuan kegiatan Silaturahmi Akbar tersebut digelar diantaranya tidak lain untuk menyampaikan ide dan konsep serta thariqoh perjuangan dakwah Hizb dalam meraih tujuannya yaitu li isti’nafi al hayati al Islamiyyah dan dilakukan dengan tanpa kekerasan.
Kyai yang akrab dipanggil Kyai Mumuh juga membacakan salah satu ayat al Qur’an Surat An Nisa ayat 95 yang bermakna bahwa tidaklah sama bagi orang-orang beriman mereka yang berjuang untuk tegaknya agama Allah, tegaknya syari’at Allah dalam Khilafah yang dijanjikan Allah dan RasulNya dengan orang-orang beriman yang hanya duduk-duduk diam saja atau berdiam diri tanpa upaya perjuangan untuk Islam. Oleh karenanya beliau mengajak kepada seluruh hadirin untuk bersama melakukan dakwah secara berjama’ah melaksanakan kewajiban menegakkan syari’at Allah dalam naungan Khilafah.
Memasuki acara inti yang dipandu oleh moderator  Ust.Muhammad Adi Maretnas, diperkenalkan para pengurus DPD II HTI Kabupaten Bogor dan termasuk Ketua  DPP Hizbut Tahrir Indonesia KH.Rokhmat S.Labib yang hadir bersama 1.000 peserta Silaturahmi Akbar 1434 H tersebut.
Dalam kalimat pengantar yang disampaikan oleh Ketua  Hizbut Tahrir Indonesia, KH.Rokhmat S.Labib menjelaskan mengapa HTI senantiasa menyampaikan dakwahnya fokus  pada kata Khilafah, disetiap kegiatannya ujung-ujungnya adalah khilafah. Hal itu tidak lain karena khilafah merupakan janji Allah dan bisyaroh RasulNya dan juga merupakan “fardlun” atau kewajiban yang harus dijalankan selama belum tegak karena hukumnya fardlu kifayah yang kemudian menjadi fardlu ‘ain selama belum sempurna pelaksanaannya.
“Dan bahkan bukan hanya sekedar kewajiban namun juga merupakan taajul furuudl / mahkotanya kewajiban dalam Islam,” tegas Ustadz Rokhmat S.Labib.
Hadir sebagai shohibul bait dari acara Silaturahmi Akbar 1434 H yaitu Ust Muhammad Arifin Ilham menyampaikan sambutannya kepada hadirin. Dihadapan 1.000 peserta Ust.Arifin Ilham menyampaikan bahwa puncaknya dari zikir adalah ‘ibadah, dakwah dan jihad dijalan Allah SWT. Kesufian dalam Islam puncaknya adalah dakwah dan jihad untuk tegaknya syari’at Allah dan Khilafah. Tangisan yang terbaik dalam zikir kepada Allah adalah tangisan kerinduan untuk tegaknya syari’ah Allah dan Khilafah.
Ust.Arifin Ilham juga mengajak kepada para pejuang Khilafah agar senantiasa menjadikan zikir sebagai salah satu faktor pendukung perjuangan para mujahidin Allah ditolong oleh Allah dalam perjuangannya dan harus memiliki kesabaran dalam cobaan atau pujian.
“Orang beriman harusnya menjadikan hidup ini bukan main-main dan jangan di sia-siakan kecuali hanya untuk menolong agama allah dengan dakwah, jihad untuk tegaknya syari’ah dan khilafah,”tegasnya.
Beliau menambahkan , Hizbut Tahrir dulunya dibenci oleh orang, tidak disukai. Lambat laun, orang kemudian melihatnya kembali, tertuju perhatiannya kepada HTI, “opo iki” dan akhirnya menjadi kenal, lalu cinta kepada HTI bahkan menjadi bagian do’a dari mereka yang sebelumnya membenci.
“Senantiasa di Az Zikro setiap shubuh membacakan qunut mendoakan kepada seluruh mujahidin Allah yang ikhlas agar mendapat pertolongan-Nya,”ujarnya.
Dalam sessi dialog oleh peserta, beberapa pertanyaan dan pernyataan disampaikan kepada Ketua  DPP HTI untuk menjawabnya. Salah satunya adalah “mengapa HTI selalu koar-koar Khilafah padahal itu janji Allah yang pasti akan diberikan?
KH.Rokhmat S.Labib menjawabnya dengan tegas, bahwa khilafah mesti disuarakan karena selain janji Allah dan bisyaroh Rasul Nya namun khilafah adalah kewajiban yang sama seperti sholat, zakat, haji dan ibadah lainnya yang berstatus wajib. Dan setiap mukmin akan berdosa ketika meninggalkan kewajiban Allah tersebut dan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat.
Selain melihat shiroh nabawiyah tentang perjalanan dakwah Rasulullah SAW apa yang dilakukannya di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah dan mendirikan negara Islam di Madinah, yaitu Rasul dan para shahabat hanya melakukan aktifitas dakwah bi lisan. Namun, ketika dakwah berhasil dan kekuasaan diberikan kepada Islam, maka sistem Islam dalam syari’at Allah yang diterapkan negara khilafah yang akan menyelesaikan seluruh problematika ummat manusia dan melaksanakan dakwah ke seluruh penjuru dunia dengan jihad.
Ada juga peserta yang menyatakan tentang dukungan terhadap HTI menolak Miss World 2013, bertanya tentang kekhilafahan 30 tahun, dan seputar langkah dakwah HTI dalam meraih tujuannya. Akhirnya, acara ditutup dengan do’a oleh al ustadz Harun Al Rasyid dengan khusyu’.

Peran Mulia Bunda Yang Melahirkan Generasi Cemerla

Oleh Riana Magasing
Kekerasan dan pergaulan bebas menjadi potret buram kehidupan generasi muda saat ini. Tawuran antar pelajar, seks bebas, hamil diluar nikah, aborsi, perkosaan, pelecehan seksual dan peredaran VCD porno, narkoba dan HIV/AIDS menjadi perkara yang lumrah di kalangan remaja saat ini.
Padahal remaja merupakan generasi penerus yang akan menerima tongkat estafet perjuangan dimasa mendatang.
Sederet potret buram generasi muda saat ini membuat kita bertanya, siapa yang akan membangun bangsa kedepan kalau generasinya saja sudah hancur. Data penelitian puslitbang Departemen Sosial RI menunjukkan kerusakan remaja dari segala sisi.
Kehidupan remaja (83%) mengkonsumsi minuman keras, (93,3%) remaja begadang malam, (100%) berbohong, (40 %) hubungan seks luar nikah, (46,7%) mencuri, (73,3%) penyalahgunaan narkoba, (33,3%) berjudi, (16,7%) kumpul kebo, (23,3%) melihat gambar porno, (3,3%) membunuh. (Budi Utomo: http://dullrohman.blogspot.com/07/2012).
Hal ini tidak bisa terlepas dari aturan hidup yang ada. Aturan yang berasaskan sekuler (pemisahan antara kehidupan dan agama) ini yang melahirkan generasi berkepribadian jauh dari iman dan takwa.
Pembentukan generasi juga tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan pondasi dasar dalam pembentukan kepribadian anak. Dari keluargalah muncul sosok-sosok generasi pemimpin yang berakhlak mulia.
Keluarga merupakan basis pendidikan utama bagi setiap manusia. Tetapi sistem kapitalis sekuler memaksa orang tua abai dalam proses pendidikan anak-anaknya karena sibuk bekerja.
Sistem saat ini mengkondisikan kaum ibu untuk meninggalkan kewajibannya sebagai umu warobatul bait dengan menyibukkan mereka dalam ranah publik dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Kebutuhan hidup yang semakin melambung tinggi, semua serba mahal dikarenakan sistem ekonomi yang digunakan adalah sistem buatan manusia sehingga tidak bisa menjamin kesejahteraan. Berbeda halnya dengan Islam.
Islam adalah satu-satunya konsep kehidupan yang telah mengangkat kedudukan perempuan sebagai ibu yang penuh kemuliaan. Peran penting seorang ibu dalam islam mempunyai kewajiban mendidik anak tentang perilaku dan budi pekerti yang benar sesuai syariat islam.
Anak diajarkan kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan santun dan kasih sayang serta kepribadian yang dibangun diatas iman dan takwa. Islam juga memandang wanita adalah mahluk yang mulia karena dia memiliki peran yang luar biasa dalam membentuk kepribadian generasi.
Wanita ditakdirkan hamil, menyusui, diberi tanggung jawab mengurus suami dan anak-anaknya di wilayah domestik.
Perbedaan tugas ini bukan berarti membedakan kasta, martabat, apalagi diskriminatif seperti yang didengungkan masyarakat barat (persamaan gender) justru peran ibu dan ayah dalam islam ibarat neraca keseimbangan yang akan menciptakan harmonisasi dalam keluarga.
Disamping itu, islam juga mengatur permasalahan ekonomi . Islam mewajibkan Negara untuk memenuhi seluruh kebutuhan primer rakyatnya sehingga kesejahteraan akan mudah untuk didapat.
Generasi unggul dan cemerlang bisa terlahir karena pola pendidikan yang benar, salah satunya dengan peran keluarga terutama peran ibu.
Hal ini hanya bisa terwujud ketika islam dijadian pedoman kehidupan dibawah naungan khilafah, karena sistem kapitalisme-sekulerisme hanya bisa menjamin kerusakan saja.
Oleh karena itu kita selaku umat muslim harus senantiasa memperjuangkan penegakkan syariah dan khilafah dalam kehidupan

Selasa, 30 Juli 2013

Baca dan Amalkanlah Selalu Isi al-Quran

Baca dan Amalkanlah Selalu Isi al-Quran

Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain (HR al-Bukhari).

Sejatinya setiap Muslim adalah pengemban al-Quran. Mengemban al-Quran sama dengan mengemban dakwah. Sebab, al-Quran turun kepada Baginda Nabi saw. memang untuk didakwahkan. Allah SWT. berfirman:

نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلْأَمِينُ ﴿١٩٣﴾ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلْمُنذِرِينَ ﴿١٩٤﴾
Al-Quran itu dibawa turun oleh Ruh al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan (TQS asy-Syu’ara [26]:193-194).

Karena itu, sudah selayaknya setiap Muslim senantiasa berinteraksi dengan al-Quran, ‘bersahabat’ dengan al-Quran, bahkan selalu merasa sangat bergantung pada al-Quran. Sebagaimana seorang prajurit di medang perang sangat bergantung pada senjatanya, demikian pula seharusnya pengemban dakwah; selalu bergantung pada al-Quran. Apa jadinya prajurit berperang tanpa senjata? Apa jadinya pengemban dakwah ‘berlaga’ di medan dakwah tanpa al-Quran di hati dan pikirannya?
Banyak sekali hadis Nabi saw. yang menekankan tentang perlunya setiap Muslim, apalagi pengemban dakwah, untuk selalu membaca, mengkaji, memahami, menghapal dan mengamalkan al-Quran. Bahkan sering Baginda Nabi saw. mengutamakan sebagian Sahabat atas Sahabat lainnya karena keunggulan sebagian mereka atas sebagian yang lain dalam hal penguasaan dan pengamalan mereka terhadap al-Quran.
Dalam sejarah, ketika Nabi saw. hendak mengirim seorang utusan ke suatu wilayah, misalnya, beliau biasanya memilih Sahabat yang paling banyak hapalan al-Qurannya. Ketika hendak mengubur para syuhada Perang Uhud, Nabi saw. pun memerintahkan untuk mendahulukan Sahabat yang paling banyak hapalannya. Begitu pula dalam hal kepemimpinan shalat berjamaah. Nabi saw. bersabda:

يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ
Hendaklah yang memimpin suatu kaum adalah orang seorang yang paling banyak membaca/menghapal/mengamalkan Kitabullah (HR Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibn Majah).

Baca dan Amalkanlah Selalu Isi al-Quran

Baca dan Amalkanlah Selalu Isi al-Quran

Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain (HR al-Bukhari).

Sejatinya setiap Muslim adalah pengemban al-Quran. Mengemban al-Quran sama dengan mengemban dakwah. Sebab, al-Quran turun kepada Baginda Nabi saw. memang untuk didakwahkan. Allah SWT. berfirman:

نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلْأَمِينُ ﴿١٩٣﴾ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلْمُنذِرِينَ ﴿١٩٤﴾
Al-Quran itu dibawa turun oleh Ruh al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan (TQS asy-Syu’ara [26]:193-194).

Karena itu, sudah selayaknya setiap Muslim senantiasa berinteraksi dengan al-Quran, ‘bersahabat’ dengan al-Quran, bahkan selalu merasa sangat bergantung pada al-Quran. Sebagaimana seorang prajurit di medang perang sangat bergantung pada senjatanya, demikian pula seharusnya pengemban dakwah; selalu bergantung pada al-Quran. Apa jadinya prajurit berperang tanpa senjata? Apa jadinya pengemban dakwah ‘berlaga’ di medan dakwah tanpa al-Quran di hati dan pikirannya?
Banyak sekali hadis Nabi saw. yang menekankan tentang perlunya setiap Muslim, apalagi pengemban dakwah, untuk selalu membaca, mengkaji, memahami, menghapal dan mengamalkan al-Quran. Bahkan sering Baginda Nabi saw. mengutamakan sebagian Sahabat atas Sahabat lainnya karena keunggulan sebagian mereka atas sebagian yang lain dalam hal penguasaan dan pengamalan mereka terhadap al-Quran.
Dalam sejarah, ketika Nabi saw. hendak mengirim seorang utusan ke suatu wilayah, misalnya, beliau biasanya memilih Sahabat yang paling banyak hapalan al-Qurannya. Ketika hendak mengubur para syuhada Perang Uhud, Nabi saw. pun memerintahkan untuk mendahulukan Sahabat yang paling banyak hapalannya. Begitu pula dalam hal kepemimpinan shalat berjamaah. Nabi saw. bersabda:

يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ
Hendaklah yang memimpin suatu kaum adalah orang seorang yang paling banyak membaca/menghapal/mengamalkan Kitabullah (HR Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibn Majah).

Senin, 08 Juli 2013

Jadwal Imsyakiyah 1434 H

Aulia Advertising Aulia Advertisinh Jadwal Imsyakiyah Ramadhan 1434 H
Catatan: id=426 adl. Wilayah Tangerang Selatan, Banten, untuk wilayah lain silahkan id diganti (kode terlihat address bar)